Dari US$1 ke US$64.000: 10 Drama Besar dalam Hidup Bitcoin
Kalau kamu udah lama ngikutin dunia crypto, pasti sadar satu hal soal Bitcoin: dia suka drama.
Sejak “lahir” di 2009, Bitcoin udah kayak selebritas dunia digital — satu hari bisa bikin orang kaya mendadak, besoknya bikin panik massal.
Tapi justru karena volatilitas ekstremnya itu, Bitcoin jadi magnet buat trader dan investor spekulatif.
Key Takeaways: Kilas Balik Singkat Sebelum Kita Dalamin
Hide- Harga Pernah Nyentuh Rp0,15: Iya, Bitcoin pernah jatuh 99,9% gegara insiden peretasan tahun 2011.
-
Rekor-Rekor Ngeri: Udah enam kali pecahin all-time high. Dari US$1.000 (2013), US$20.000 (2017), sampai US$40.000+ di awal 2021.
-
Crash Karena Regulasi: Dari krisis Mt. Gox tahun 2014 sampai larangan crypto China tahun 2021, semuanya bikin harga Bitcoin jeblok parah.
-
Resiliensi Nggak Main-Main: Meski sempat remuk berkali-kali, Bitcoin selalu berhasil bangkit.
Artikel ini ngebawa kamu ngulik 10 momen paling ekstrem, paling gila, paling bersejarah sepanjang perjalanan harga Bitcoin. Siap-siap ketagihan baca.
1. 9 Februari 2011: Saat Bitcoin Akhirnya Nyentuh US$1
Ini adalah momen sakral buat sejarah Bitcoin. Dari yang awalnya cuma mimpi aneh di kalangan penggemar kriptografi, Bitcoin akhirnya dihargai satu dolar.
Simbolis banget: dari “mainan geek” jadi aset yang mulai dilirik publik. Saat itu, nggak banyak yang nyangka bahwa dalam satu dekade, Bitcoin bakal jadi perbincangan global, bahkan dijadikan alternatif ‘emas digital.’
Tapi coba pikirin ini: dari harga awal kurang dari 1 sen di 2009 ke US$1 dalam waktu kurang dari dua tahun. Lonjakannya brutal, tapi justru di sinilah bibit-bibit spekulasi dan adrenalin dimulai.
2. Juni 2011: Hack Mt. Gox, Kejatuhan 99,9%
Siap-siap: ini momen paling brutal sepanjang sejarah harga Bitcoin. Bayangin kamu beli Bitcoin seharga US$32, lalu dalam hitungan jam, nilainya tinggal US$0,01.
Bukan salah pasar, tapi karena Mt. Gox — platform trading Bitcoin paling populer saat itu — diretas.
Banyak yang panik, dan lebih dari itu, kepercayaan publik langsung ambruk. Tapi uniknya, justru di tengah kekacauan ini, komunitas Bitcoin mulai terbentuk lebih kuat, mencoba bangkit dari titik terendah. Dari sinilah narasi “Bitcoin itu antifragile” mulai tumbuh.
3. April 2013: Lari ke US$100, Lalu Panic Sell
Awal April 2013, Bitcoin bikin gebrakan lagi. Dari sekitar US$68, dia lari ke US$100 dalam hitungan hari. Euforia meroket.
Tapi seperti biasa, ketika terlalu cepat naik, pasar mulai goyah. Terjadi panic selling besar-besaran, harga sempat anjlok balik ke US$68, lalu malah naik lebih tinggi ke US$228 — semuanya dalam seminggu!
Ini jadi pelajaran klasik bahwa market Bitcoin bisa ngasih roller coaster dalam waktu super singkat. Volatilitasnya makin gila, makin banyak juga yang ketagihan main di dalamnya.
4. 20 November 2013: Menembus US$1.000, Titik Balik Psikologis
November 2013, Bitcoin bikin sejarah baru lagi. Untuk pertama kalinya, dia tembus angka psikologis US$1.000.
Momen ini jadi game-changer karena makin banyak media mainstream yang meliput, dan Bitcoin mulai diseriusin institusi kecil-menengah.
Apa penyebabnya? Salah satunya adalah meningkatnya penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran di beberapa situs online, plus tren di kalangan early tech adopter. Ini titik awal dimana Bitcoin mulai ‘naik kelas’ secara persepsi publik.
5. Februari 2014: Skandal Mt. Gox Lagi, Harga Rontok 60%
Sayangnya, euforia nggak bertahan lama. Februari 2014, Mt. Gox kembali jadi sumber bencana.
Platform ini menyatakan kehilangan 850.000 BTC karena celah keamanan — kabarnya dari pencurian yang berlangsung bertahun-tahun. Harga Bitcoin langsung jatuh dari US$850 ke US$350.
Efeknya gila. Bukan cuma soal harga, tapi juga kepercayaan komunitas dan integritas exchange crypto secara umum.
Tapi seperti biasa, Bitcoin malah menunjukkan kekuatannya: harga memang jeblok, tapi proyek ini terus hidup.
6. Desember 2017: Bitcoin Tembus US$19.783, Era FOMO Dimulai
Ini adalah puncak gelombang pertama FOMO massal. Desember 2017, harga Bitcoin meroket dari US$10.000 ke US$19.783.
Penyebabnya? Campuran dari hype media, masuknya investor ritel, dan yang paling penting: peluncuran produk futures Bitcoin di Chicago Mercantile Exchange (CME).
Tapi nggak semua orang happy. Banyak yang beli di puncak, hanya untuk melihat harga anjlok di tahun berikutnya.
Ini jadi momen “reality check” pertama bagi investor pemula yang mengira harga Bitcoin cuma bisa naik.
7. Black Thursday 12 Maret 2020: Dari US$8.900 ke Bawah US$4.000
Hari itu bener-bener chaos. Pandemi COVID-19 menyebar, pasar saham global kolaps, dan Bitcoin ikut terseret.
Dari harga US$8.901, dia terjun ke US$6.206, bahkan sempat nyentuh di bawah US$4.000 — dalam sehari!
Banyak yang mikir ini akhir dari Bitcoin, tapi ternyata… justru jadi awal pemulihan besar.
Dalam bulan-bulan berikutnya, Bitcoin mulai menunjukkan kenapa dia disebut sebagai “digital gold.” Pandemi jadi turning point untuk adopsi lebih luas.
8. Awal Januari 2021: Temus US$34.000, Langsung Koreksi 17%
Masuk tahun 2021, Bitcoin datang dengan energi baru. Pada 3 Januari, dia tembus US$34.792 untuk pertama kalinya. Tapi, nggak sampai 24 jam, langsung koreksi tajam ke US$28.900.
Ini momen penting buat belajar tentang dinamika pasar: ketika semua orang euforia, koreksi bisa terjadi kapan aja, dan biasanya cukup brutal.
Tapi tetap, awal 2021 menandai bahwa era institusi besar masuk ke dunia crypto benar-benar dimulai.
9. April 2021: Mini-Crash dari Puncak US$64.000
14 sampai 23 April 2021, Bitcoin turun dari US$64.000 ke US$49.000. Penurunan hampir 23% ini terjadi setelah lonjakan besar pasca-halving 2020 dan gembar-gembor media soal adopsi institusional.
Banyak trader baru panik, tapi yang udah lama di crypto tahu: ini cuma “napas panjang” sebelum potensi reli berikutnya.
Koreksi ini juga jadi pengingat bahwa pasar crypto butuh keseimbangan antara hype dan kenyataan.
10. Mei 2021: China Larang Crypto, Harga Rontok 31%
China mengumumkan pelarangan aktivitas mining dan transaksi crypto oleh institusi keuangan pada 18 Mei 2021. Hasilnya? Bitcoin langsung jeblok dari US$43.000 ke US$30.000 hanya dalam dua hari.
Ini bukan pertama kalinya China ngasih ‘shock’ ke pasar, tapi tetap aja bikin dampak besar. Tapi uniknya, meski sering diserang regulasi, Bitcoin selalu punya cara buat bounce back.
Pasca-krisis ini, banyak miner pindah ke luar China, justru bikin jaringan Bitcoin jadi lebih terdesentralisasi.
Penutup: Bitcoin dan Seni Bertahan
Bitcoin adalah simbol dari aset spekulatif ekstrem yang bisa naik 10x dalam setahun, lalu turun 80% dalam beberapa minggu.
Tapi dari semua badai, dia selalu bangkit lagi. Ini bukan cuma soal harga, tapi tentang narasi: kebebasan finansial, desentralisasi, dan inovasi tanpa izin.
Buat kamu yang tertarik sama Bitcoin, pelajari sejarah-sejarah ekstrem ini bukan buat ditakuti, tapi buat dipahami.
Karena di balik volatilitas yang “gila”, ada pelajaran soal psikologi pasar, manajemen risiko, dan filosofi teknologi yang dalam banget.
Bitcoin bukan untuk semua orang. Tapi buat yang bisa memahami ritmenya, dia bukan sekadar aset — dia adalah revolusi yang terus bergerak.
Frequently Asked Questions (FAQs)
Apa penyebab utama volatilitas harga Bitcoin?
Volatilitas Bitcoin didorong oleh kombinasi adopsi institusional, berita regulasi, peristiwa hack, dan sentimen pasar yang cepat berubah.
Bagaimana investor bisa melindungi diri dari crash ekstrem?
Diversifikasi portofolio, penggunaan stop-loss, dan hanya mengalokasikan sejumlah kecil modal yang siap hilang dapat membantu mengelola risiko.
Apakah Bitcoin akan mengulangi crash besar di masa depan?
Sejarah menunjukkan bahwa peristiwa ekstrem cenderung terjadi, terutama saat ada perubahan besar dalam regulasi, teknologi, atau sentimen pasar.
Kapan momen harga Bitcoin paling stabil?
Periode setelah uji coba teknologi (2015–2016) relatif lebih stabil, ketika adopsi pengguna dan infrastruktur exchange mulai matang.
Apakah peristiwa halving selalu memicu lonjakan harga?
Halving membatasi suplai baru Bitcoin, yang sering diikuti oleh rally pasca-halving, namun bukan jaminan—faktor eksternal tetap berperan besar.