Bitcoin anjlok dan likuidasi mencapai rp23 triliun, Bitcoin Crashes and Liquidations Reach IDR 23 Trillion

Bitcoin Anjlok dan Likuidasi Mencapai Rp23 Triliun

Awal pekan ini, pasar aset kripto mengalami gejolak signifikan dengan penurunan tajam pada sebagian besar aset digital utama.

Bitcoin (BTC), sebagai pemimpin pasar, kembali menyentuh level US$74.000, angka yang terakhir terlihat pada awal November 2024.

Penurunan ini menandai koreksi lebih dari 10% dalam 24 jam terakhir dan sekitar 31% dari rekor tertingginya di US$109.100 yang dicapai pada 20 Januari 2025.

Penurunan Signifikan pada Aset Kripto Utama

Mengutip informasi dari media Coinvestasi, selain Bitcoin, aset kripto lainnya juga mengalami penurunan drastis:

  • Ethereum (ETH): Turun ke level terendah dua tahunnya di kisaran US$1.444, mencatat penurunan lebih dari 20% dalam 24 jam terakhir.

  • BNB (BNB): Merosot 10%.

  • XRP (XRP) dan Solana (SOL): Masing-masing anjlok hingga 19%.

Di sektor meme coin, Dogecoin (DOGE) dan Shiba Inu (SHIB) masing-masing turun hingga 19% dan 13%, sementara Pepe (PEPE) mengalami penurunan 15%.

Secara keseluruhan, kapitalisasi pasar kripto global menyusut menjadi US$2,39 triliun, mencatat koreksi lebih dari 10% dalam 24 jam.

Likuidasi Masif di Pasar Derivatif

Penurunan tajam ini berdampak signifikan pada pasar derivatif, dengan total likuidasi mencapai US$1,37 miliar (sekitar Rp23,7 triliun) dalam waktu singkat.

Data dari CoinGlass menunjukkan bahwa sekitar US$1,21 miliar dari total likuidasi tersebut berasal dari posisi long, yaitu posisi yang mengharapkan kenaikan harga kripto.

Secara spesifik, posisi long Bitcoin menyumbang likuidasi sebesar US$389 juta, sementara Ethereum menyumbang US$322 juta.

Sentimen Pasar dan Faktor Eksternal

Indeks Fear & Greed kripto, yang mengukur sentimen pasar terhadap Bitcoin dan aset kripto lainnya, saat ini berada pada skor 23 dari 100, menunjukkan kategori “Extreme Fear” atau ketakutan ekstrem.

Hal ini menandakan pesimisme tinggi di kalangan pelaku pasar terhadap kondisi saat ini.

Volatilitas di pasar kripto diperparah oleh sentimen global terkait potensi resesi dan eskalasi perang dagang.

Kebijakan tarif impor yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, memicu kekhawatiran akan meningkatnya tensi perdagangan global.

AS memberlakukan tarif tambahan terhadap berbagai mitra dagangnya, yang berpotensi memicu respons balasan dan perang dagang skala besar.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran investor mengenai dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi global, khususnya risiko resesi di AS yang dapat berdampak pada negara-negara lain.

Menurut laporan dari The Kobeissi Letter, kontrak futures indeks saham S&P 500 telah memasuki wilayah bear market, dengan pasar saham AS kehilangan rata-rata US$400 miliar setiap hari perdagangan selama 32 hari terakhir.

Managing Partner MV Global, Tom Dunleavy, bahkan menyebut kondisi saat ini bisa menjadi “tiga hari terburuk dalam sejarah pergerakan saham AS” jika tren negatif berlanjut.

Sementara itu, investor kawakan pro-kripto seperti Bill Ackman berspekulasi bahwa Presiden AS Donald Trump dapat menunda kebijakan tarif untuk memberi waktu negara lain membuat penawaran atau kesepakatan baru.

Situasi ini mencerminkan betapa eratnya kaitan antara kondisi makroekonomi global dengan volatilitas pasar kripto.

Investor disarankan untuk tetap waspada dan mempertimbangkan faktor-faktor eksternal dalam pengambilan keputusan investasi mereka.

Similar Posts